Senin, 24 September 2007

Hilangnya Sebuah Mobil

Tidak mudah mempercayai seseorang, dan tidak mudah mencari orang yang bisa dipercaya, apalagi di kota seperti Batam ini, yang merupakan tempat berlabuhnya berbagai macam tipe manusia dan dari berbagai daerah, dengan karakter dan sifat yang berbeda pula.

Kejadian itulah yang dialami Suwarto. Ayah seorang anak itu sama sekali tidak menaruh sedikitpun curiga kepada Irfan, teman yang sudah dianggap adiknya itu. Bagaimana tidak. Irfan adalah remaja yang ia didik untuk bekerja di bengkel mobil tempat ia bekerja. Selama bersamanya Irfan belum pernah sekalipun menunjukkan ciri bahwa ia akan mendustainya.

Awalnya Suwarto mengenal Irfan ketika seorang temannya datang ke bengkelnya untuk menanyakan apakah bisa menerima anak PKL di bengkelnya tersebut. Memang bengkel miliki Suwarto cukup dikenal dan sering dijadikan tempat praktek oleh siswa STM bahkan mahasiswa. Di samping karena manajemen bengkelnya bagus, pengelolaannya yang profesional, menangani berbagai merek kendaraan, dikerjakan oleh teknisi yang sudah ahli dan sudah mendapatkan sertifikasi untuk bengkel standard nasional. Dan Suwarto adalah salah seorang teknisi senior di bengkel tersebut.

Karena sudah sering menangani siswa PKL, dan lagipun ia kenal baik dengan temannya itu, maka Suwarto pun mendaftarkan Irfan untuk PKL di bengkel itu selama 3 bulan. Selama waktu itu Irfan boleh membantu pekerjaan bengkel dan hanya mendapat fasilitas makan siang. Dan sejak saat itu pula Irfan sudah langsung diterima.

Beberapa hari berikutnya Irfan menunjukkan sikap sebagai pelajar yang baik. Ia selalu membantu Suwarto dalam melakukan pekerjaannya. Mengambilkan toolset, membersihkan onderdil, mengganti oli dan pekerjaan lain yang bisa ia lakukan. Suwarto juga tanpa segan-segan memberikan penjelasan yang dibutuhkan oleh Irfan.

Semakin lama, mereka semakin dekat dan akrab. Irfan sering bermain ke rumah Suwarto, dan Suwarto juga sering memberikan bantuan kepada Irfan. Kadang-kadang Suwarto mengajaknya makan siang bersama di rumah, kadang mentraktirnya makan di luar. Irfan juga banyak belajar tentang agama kepada Suwarto. Kebetulan Suwarto termasuk orang yang taat dan memiliki wawasan yang luas. Meskipun kerja di bengkel, Suwarto selalu mengikuti perkembangan politik, situasi sekitar pada umumnya. Suwarto juga termasuk orang yang gemar membaca, terbukti di rumahnya banyak buku-buku bacaan dari berbagai jenis ilmu, mulai buku-buku Islam, buku politik, buku tentang mesin otomotif, karya sastra dan beberapa jenis majalah yang tersusun rapi berdasarkan periode terbitnya. Terlihat bahwa Suwarto memang memiliki kegemaran membaca yang cukup baik.

Begitulah, mereka berdua semakin akrab hingga waktu PKL berakhir. Irfan akhirnya pulang kampung di daerah bagian barat Sumatera. Ia harus melanjutkan sekolah, membuat laporan dan meneruskan hingga lulus. Katanya setelah lulus ia ingin kembali ke Batam lagi dan mencoba mengadu nasib di kota ini. Suwarto tidak lupa berpesan, menitip salam untuk keluarganya, guru pembimbing di sekolah dan mengimgatkan untuk sering-seirng menghubunginya, apalagi jika nanti sudah lulus dan datang ke Batam lagi, Irfan disuruhnya mampir ke rumah.

Kurang lebih setahun kemudian, Suwarto hampir tidak pernah mendengar kabar Irfan, hanya beberapa kali setelah selesai PKL Irfan menghubunginya untuk konsultasi pembuatan laporan dan mengirimkan laporan PKL-nya melalui pos untuk ia tandatangani, setelah itu ia tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Hingga suatu hari ia dikagetkan oleh kedatangan Irfan di rumahnya. Penampilan Ifran sudah berubah. Ia berpenampilan seperi seorang aktifis. Celananya dipotong di atas lutut dan mengenakan kopiah haji. Ia juga mengenakan baju koko.

"Datang ke Batam kok nggak bilang-bilang, kapan sampainya?" Tanya Suwarto ketika Irfan sudah ia persilakan duduk di ruang tamunya.

"Maaf Pak To, Fan sebenarnya sudah satu bulan disini, tapi menghubungi Pak To malu, takut merepotkan. Sekarang Fan sudah punya pekerjaan." jelas Irfan.

"Oh, iya? Kerja dimana" sambung Suwarto

"Usaha kecil-kecilan, berdagang. Tapi sekarang sedang ada peluang bagus. Fan mau membuat kue, pasarnya sudah ada. Tapi Fan modalnya belum cukup. Makanya Fan datang kesini, mau minta tolong Bapak. Fan perlu tambahan modal.. " jawab Irfan tanpa segan-segan langsung mengungkapkan keinginannya.

"Berapa kira-kira perlu modalnya, kalau banyak ya aku nggak punya. Tahu sendiri kan bagaimana keuanganku." jawab Suwarto.

"Nggak banyak kok Pak, cuma 500 ribu saja, untuk tambahan beli tepung dan gula. Peralatannya sudah ada."

Sambil melajutkan pembicaraan seperlunya, akhirnya mereka berpisah. Suwarto memberikan uang yang diminta bekas anak didiknya itu. Irfan berjanji akan mengembalikan bulan depan jika kuenya sudah laku.

Sebulan kemudian Irfan datang lagi, tapi tidak untuk membayar hutangnya yang 500 ribu itu. Dia malah menceritakan omset kuenya yang sudah bertambah banyak. Pelanggannya juga bertambah setiap hari. Dalam waktu sebulan ia sudah bisa mengirim 1500 paket kue ke warung-warung dan toko di Batu Aji dan sekitarnya. Bahkan sudah ada beberapa toko di Simpang Dam, Perumahan Genta dan Sekupang. 2 minggu terakhir ia harus menyewa mobil untuk mengantarkan pesanan ke pelanggannya.

Karena itulah Irfan datang ke rumah Suwarto lagi untuk meminta maaf kalo pinjamannya akan ia pakai untuk diputar lagi, bahkan ia menawarkan kalau mau ikut investasi Suwarto bisa menambahkan modal dan nanti akan mendapatkan bagi hasil dari keuntungannya. Irfan juga merayu Suwarto untuk menyewa mobilnya saja, agar uang sewanya untuk Pak Suwarto saja, tidak usah menyewa ke orang lain.

Dengan tujuan untuk membantu teman karibnya itu, akhirnya Suwarto merelakan mobilnya dibawa Irfan. Ia dijanjikan akan diberikan uang sewa 1,5 juta per bulan, sebagaimana wajarnya harga sewa mobil. Tapi Suwarto tidak menyanggupi permintaan tambahan modal dari Irfan karena memang ia tidak memilikinya. Ia hanya pesan kalau sudah ada, uangnya dikembalikan sejumlah yang ia pinjam saja.

Bulan berikutnya Irfan datang lagi. Kali ini Irfan semakin terlihat cerah. Usahanya boleh dibilang sangat berhasil. Dan kali ini ia ingin melakukan negosiasi dengan Suwarto tentang mobilnya.

"Setelah Fan pikir, daripada Fan menyewa terus ke Bapak, bagaiman kalau mobil Bapak Fan beli saja. Harganya berapa terserah Bapak, tapi Fan membayarnya mengangsur sesuai dengan harga sewa mobil ini, yaitu 1,5 juta sebulan." jelas Irfan kepada pembimbing PKL-nya itu.

Sekali lagi Suwarto tidak bisa menolak permintaan orang yang ia anggap sebagai adiknya itu. Ia menyetujui menjual mobilnya kepada Irfan dengan harga 20 juta, dengan rincian uang muka sebesar 2 juta, selanjutnya angsuran 1,5 juta per bulan selama setahun.

Mereka kemudian membuat surat perjanjian jual beli yang ditandatangi di atas materai. Mereka juga mengajak 2 orang yang mereka kenal untuk menjadi saksi. Jual beli telah sah, namun Ifran berjanji akan membayar uang mukanya besok pagi, paling lambat 2 hari, sekaligus membayar pinjaman yang 500 ribu dan cicilan bulan pertama. Berarti, besok ia akan membawa uang 4 juta untuk Suwarto.

Hari yang dijanjikan tiba, tapi Irfan tidak kunjung datang. Suwarto berbaik sangka mungkin ia sibuk. Ia tunggu hari berikutnya. Namun Irfan tidak kunjung datang juga. Suwarto masih menunggu kabar dari Irfan. Hari berikutnya sama juga. Suwarto coba menghubungi nomor telepon Irfan, tapi tidak bisa dihubungi. Nomor handphone yang diberikan juga selalu tidak aktif.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan pun berganti bulan. Ternyata Ifran tidak pernah datang lagi ke rumah Suwarto, bahkan tidak pernah menghubunginya lagi. Suwarto coba cari informasi ke teman-temannya. Beberapa kali ia cari alamat yang pernah ditinggali Irfan. Ia juga datang ke rumah yang ditunjukkan Irfan sebagai lokasi pembuatan kuenya, tapi tidak ada siapapun di rumah itu.

Suwarto hanya membaca istighfar dalam hati, mungkin Allah sedang mengujinya. Mobil itu mungkin juga memang bukan rejekinya. Pikirnya dalam hati. Sempat terpikir untuk melaporkan ke polisi, tapi mungkin juga tidak akan memecahkan masalah. Mungkin juga Irfan sudah tidak ada di Batam lagi. Buktinya beberapa hari lalu ada seorang temannya di Muka Kuning yang menelepon ke HP-nya, menceritakan hal yang sama dengannya. Bahwa Irfan telah meminjam sejumlah uang, namun malah sekarang tidak bisa dihubungi.

Ah, sudahlah, bukan rejeki saya, batin Suwarto. Semoga Irfan diberikan petunjuk oleh Allah dan diberi kesadaran atas khilafnya. Allah pasti akan mengganti yang lebih baik lagi.

kenangan mobil merah, yang telah menyertai kehidupan kami selama di Batam

Tidak ada komentar: