Kamis, 13 September 2007

Tapi, Putri Terlanjur Cinta Sama Bapak

Orang bilang cinta tidak memandang usia dan status. Cinta juga kadang datang tak terduga, dimana dan kapannya. Inilah yang dialami Pak Priyo. Nama lengkapnya Priyo Sasongko. Seorang guru BP di sekolah swasta di Batam.

Selain menjadi guru BP di SLTA tempat ia mengajar sekarang. Priyo juga aktif di beberapa kegiatan ekstra kurikuler. Diantarnya dia pembimbing band, pembina pramuka dan juga Paskibra. Usianya memang belum terlalu tua. Masih muda malah. Baru memasuki kepada tiga. Tapi dia sudah memiliki istri dan 2 orang anak yang lucu-lucu.

Pada suatu hari dia menangani kasus seorang pelajar putri yang terlibat narkoba. Karena ia guru BP maka ia yang lebih banyak memberikan konseling dan pengarahan kepada siswinya itu. Namanya Ratri. Anak orang kaya di kota ini. Namun karena mungkin kurang kasih sayang dan salah pergaulan maka Ratri menjadi seperti ini. Ia ditemukan mengkonsumsi narkoba di belakang kantin sekolah.

Masalahnya sudah diselesaikan dengan pihak kepolisian. Dengan pertimbangan masih harus menyelesaikan pelajaran dan dengan jaminan dari orangtua dan gurunya, Ratri hanya dihukum percobaan beberapa hari dan dikembalikan ke sekolah.

Priyo adalah guru yang baik dan mengerti tentang psikologi siswa. Ia melakukan pendekatan dengan sangat baik, melakukan pendampingan dan pengarahan kepada Ratri. Tiga bulan sejak kejadian itu, Ratri sudah kembali hidup normal dan bisa membebaskan diri dari pergaulan yang salah itu. Ia bahkan sudah mulai aktif di beberapa kegiatan ekstra dan OSIS. Ia lebih bersemangat dalam melanjalani kehidupan belajarnya. Ia banyak membantu kegiatan sosial yang dilakukan OSIS dan ayahnya selalu membantu apapun yang diinginkan putrinya itu. Pernah suatu hari OSIS akan mengadakan baksos ke salah satu Pulau di dekat Galang. Mereka tidak mendapatkan mobil untuk transportasi. Ratri menceritakan kepada ayahnya dan spontan ayahnya berjanji menyediakan mobil ke Pulau Galang sekaligus speed boat untuk menuju pulau itu, pulang pergi.

Pernah juga Paskibra mau mengadakan acara ramah tamah dengan anggota baru, begitu tahu pembimbing Paskibra adalah Pak Priyo, ayah Ratri menyatakan akan membantu apapun yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Waktu itu ia menyediakan vila-nya yang ada di daerah Sekupang untuk dijadikan tempat kegiatan.

Pengalaman lain yang tidak pernah dilupakan Priyo adalah ketika ada seorang siswi yang menghadap kepadanya. Namanya Putri. Ia anak kurang mampu. Ibunya seorang janda, sudah cukup tua, Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Ia menceritakan kondisi keluarganya dan kondisinya selama ini yang mencukupi kebutuhan sekolahnya dengan berjualan kue di sekitar Dormitory dan PT di Muka Kuning. Kebetulan ia tinggal di kampung rumah liar di luar kawasan Batamindo itu.

Ia sangat terharu mendengar cerita salah satu muridnya itu. Dan sejak saat itu mereka sering bertemu. Priyo sering memberikan bantuan untuk beli buku dan membantu melunasi biaya sekolah kalau Putri terlambat membayarnya. Priyo beberapa kali datang ke rumah Putri dan memang melihat kondisi yang memprihatinkan. Ibunya merasa sangat senang dikunjungi oleh guru sekolah anaknya. Priyo sering bercerita dengan ibunya, ia memperlakukan ibu Putri dengan penuh sopan. Usianya hampir sama dengan usia ibunya di kampung halaman.

Tepat menjelang kelulusan. Priyo mendapat SK mutasi ke sekolah lain. Ia diangkat menjadi kepala sekolah di sebuah SMP di kota kecil di Kepulauan Riau. Bersamaan dengan upacara kelulusan ia berpamitan kepada anak-anaknya. Hampir semua murid terutama kelas 3 terharu mendengar akan ditinggalkan guru BP yang mereka sayangi itu. Bagi mereka Pak Priyo bukan hanya guru, namun juga seorang sahabat tempat curhat dan teman untuk bersantai. Beberapa siswa putri sampai menangis mendengar Pak Priyo akan meninggalkan mereka. Apalagi Ratri dan Putri. Ratri sampai berlari masuk ke ruang kelas dan menangis dengan keras disana. Putri masih cukup tegar, namun terlihat ia dengan susah payah menahan airmatanya.

Selesai bersalam-salaman dengan para guru dan staf sekolah, Priyo bersiap pulang. Di depan gerbang sekolah Putri menghampirinya dan menitipkan sehelai kertas. Putri kemudian berpamitan dan beberapa kali melihat ke belakang menatap Bapak Gurunya itu.

Sebelum menaiki sepeda motornya, Priyo membaca surat kecil dengan tulisan tangan rapi yang dibuat oleh muridnya itu:

Bapak yang Putri hormati,
Kenapa Bapak harus pindah? Tanjung Batu itu jauh, terpisahkan lautan.
Kita mungkin tidak akan bertemu lagi. Setelah lulus Putri ingin bekerja, mungkin akan mencari kerja di sini saja untuk membantu Ibu dan adik-adik.
Bagaimana putri bisa mengungkapkan perasaan ini. Putri terlanjur menyimpan Bapak dalam hati ini.

Mungkin ini sesuatu yang tidak lumrah terjadi. Putri tahu Bapak sudah punya anak istri. Putri juga tidak mau mengkhianati ibu-nya anak-anak.
Tapi Putri tidak bisa mengingkari hati ini.
Semoga suatu saat kita bisa dipertemukan lagi.

Salam,
yang mencintaimu, wahai Bapak,
Putri


()

Tidak ada komentar: