Senin, 17 September 2007

Kami Telah Mengikhlaskannya ...

Ahmadun termasuk sosok yang sederhana namun banyak disegani orang-orang di sekitarnya. Bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta dengan penghasilan yang cukup. Namun ia selalu meunjukkan kesederhanaan dan ringan tangan. Lazimnya orang di Batam memiliki mobil sebagai sarana transportasinya. Memang harga mobil relatif murah sehingga mudah dijangkau semua kalangan. Dan memiliki mobil adalah suatu hal yang biasa, bukan mencerminkan sebuah kekayaan atau status sosial, lebih kepada kebutuhan.

Namun Ahmadun tetap saja menggunakan sepeda motornya untuk menjalani aktivitasnya. Kegiatannya yang padat memang membuthkan sarana kendaraan, namun ia memilih menggunakan sebagian penghasilannya untuk membantu sesamanya.

Ahmadun juga mengelola sebuah pengajian yang beranggotakan para pegawai, dokter dan pengusaha. Statusnya ini tidak mempengaruhi peranannya sebagai pembina pengajian. Malah para anggota pengajiannya merasa kagum dengan kepribadian dan semangat juang Ahmadun. Mereka telah menganggap Ahmadun sebagai seorang 'suhu' atau 'syaikh'tempat mereka konsultasi tentang segala sesuatu. Ahmadun selalu memberikan support, motivasi dan arahan yang bernas dan mudah mereka terima. Pemahaman Ahmadun tentang agama membuat anggota pengajiannya merasa terayomi.

Hal yang sering Ahmadun sampaikan kepada anggota pengajiannya adalah agar senantiasa memupuk rasa persaudaraan sebagai sesama umat Islam. Saling mengenal, memahami, saling bekerja sama dan saling bantu-membantu dalam segala aspek dan dalam segala keadaan. Dalam keadaan beriman, seorang saudara membantu untuk senantiasa teguh dalam keimanannya. Dalam keadaan lemah (futur) seorang saudara membantu untuk kembali kepada ajaran agamanya.

Persaudaraan juga diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial. Jika ada saudara yang kekurangan maka saudara yang lain membantu. Saling merasakan suka dan duka, meringankan beban saudara, menghindari prasangka buruk dan mengedepankan baik sangka dengan saudaranya. Lebih mudahnya dalam pelaksanaan bagaimana menjadkan sesama umat seagama sebagaimana keluarga masing-masing.

KOnsep ini benar-benar telah terpatri dalam diri tiap-tiap pribadi anggota pengajiannya. Setiap ada tetangga, saudara, atau kenalan yang kesusahan, mereka senantiasa membantu sesamanya.

Suatu hari Ibu Rita, yang tinggal di rumah liar kampung Sukajadi kebingungan karena anaknya yang kedua terserang demam berdarah dan dirawat di RS Otorita. Suaminya yang bekerja sebagai tukang sayur keliling itu tidak memiliki cukup uang untuk biaya perawatannya. Saat itu belum ada program askeskin seperti saat ini. Dia yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci baju di komplek perumahan Sukajadi, tidak jauh dari rumahnya, harus menyekolahkan anak pertamanya di SD Negeri dan menghidupi 3 anaknya yang lain.

Teman-teman Ahmadun yang diprakarsasi oleh Arifudin, yang juga seorang dokter di RS lainnya, membantu Ibu Rita dengan mengumpulkan dana takaful. Setelah cukup uang untuk membayar biaya RS mereka mengunjungi Ibu Rita dan anaknya di RS yang terletak di Sekupang itu.

Setelah mengucapkan salam ke Bu Rita, menanyakan kabar bapaknya anak-anak, Arifudin memegang tangan Zakiya,anak yang sakit itu, memegang kepala dan melihat bagian tubuh yang lain. Ia juga memeriksa infus yang tergantung, membaca tulisannya dan menanyakan obat yang diberikan perawat.

"Insya Allah, Zakiya sudah mulai membaik. Demamnya sudah turun, nanti coba saya bicarakan dengan dokternya, biarkan disini dulu sampai sembuh total baru dibawa pulang ya Bu." katanya kepada Bu Rita. Teman-temannya memperhatikan dengan seksama.

Ibu Rita tampak hanya mengucapkan terima kasih dan berusaha menghiasi wajahnya dengan senyuman. Wanita setengah baya ini mengenakan jilbab panjang warna biru tua, gamis dan kerudungnya itu tampak juga sudah berumur tua.

Selesai itu Arifudin dan kawan-kawannya pamitan sambil meninggalkan amplop untuk Bu Rita.

"Ini sedikit dari teman-teman semoga bisa untuk beli obat, semoga Zakiya cepat pulang. Salam untuk Bapak ya Bu." ucap Hery yang menjadi ketua rombongan tersebut.

Bu Rita mengantar mereka hingga pintu, setelah mereka hilang di balik dinding RS blok depannya, Bu Rita masuk kembali ke kamar. Ia pegang amplop tersebut. Dengan rasa penasaran dan deg-degan ia coba menghitung.

"Subhanallah, 3 juta. Ini sudah lebih dari cukup untuk biaya Zakiya!. Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah memberi jawaban doa hamba. Semoga rejeki mereka semakin bertambah dan barokah."

Bu Rita mendekati anaknya yang sedang tertidur. "Zakiya, alhamdulillah Allah menolong kita Nak, cepat sembuh ya. Dr Arif dan om-om temannya itu telah membantu kita."

Sebulan berikutnya ada kejadian lain. Kini Ahmadun yang menadaptkan musibah. Kedua orangtua Ahmadun di kampung secara bersamaan terserang penyakit yang sama. Stroke. Keduanya secara bersamaan dirawat di sebuah Rumah Sakit di kota kelahiran Ahmadun.

Dalam kekalutannya ia langsung memesan tiket tujuan Semarang. Ia ingin menemani ayah dan ibunya. Sesampai disana Ahmadun langsung ke Rs tempat ibu dan ayahnya di rawat. Tepat waktu subuh pada hari kedua ia sampai di RS itu.

Pada siang harinya, kakak perempuannya mengajak secara berbisik menyampaikan bahwa hari ini mereka harus membayar tagihan RS untuk 2 hari ini. Dan diperkirakan paling tidak ayah dan ibu mereka dirawat 3 hari lagi. Alhamdulillah gejalanya masih ringan. Sekarang kedua orangtuanya telah sadarkan diri, namun ayah mereka belum bisa bicara. Sedangkan ibunya sudah bisa bicara, namun tangan kanannya tidak bisa digerakkan.

Hari ini RS meminta deposit sebesar 3 juta untuk jaminan perawatan. Ahmadun kebingungan, di tabungannya tinggal ada uang tidak lebih dari 1 juta, dan dia juga harus membeli tiket kembali ke Batam.

Dia coba menghubungi beberapa temannya di Batam. Siang itu juga ia berhasil mendapatkan pinjaman sebesar 5 juta dari beberapa temannya. Dan uang itu segera ia berikan kepada kakak perempuannya untuk biaya keperluan perawatan orangtua mereka.

Tiga hari kemudian Ayahnya sudah boleh dibawa pulang, kesehatannya sudah membaik walaupun belum bisa bicara dengan normal. Ibunya baru boleh dibawa pulang besoknya. Menurut dokter ahli syaraf yang merawatnya, agar tangannya bisa berfungsi normal lagi harus menjalani terapi fisio, untuk melatih otot-otot tangan. Sang dokter memberikan nama beberapa ahli fisio terapi yang bisa dihubungi di sekitar tempat tinggal mereka.

Besoknya sudah boleh pulang. Semua biaya RS sudah tertutupi dengan uang yang ia berikan kepada kakak mereka. Ahmadun memang tulang punggung keluarga, sehingga sebagian penghasilannya di Batam ia kirim secara rutin ke kampung. Yang menjadi masalah sekarang adalah biaya untuk tiket pulangnya dan uang untuk ia tinggalkan bagi keluarganya.

Tidak ada langkah yang bisa ia tempuh kecuali mencari pinjaman. Ia berjanji dalam hati, dalam waktu dekat, begitu ia sampai di Batam, ia akan berusaha untuk mengembalikan pinjaman itu. Ia juga sebenarnya tidak nyaman untuk memiliki hutang kepada oranglain. Namun kondisinya seperti ini. Ia tidak ingin mengecewakan keluarganya, apalagi menambah beban kakak dan adik-adiknya.

Akhirnya ia mendapat pinjaman dari bendahara organisasi sosial yang ia menjadi anggotanya. Dengan seijin ketuanya, ia meminjam kas organisasi yang akan ia kembalikan maksimal dalam waktu 3 bulan. Sehingga dengan itu ia bisa membeli tiket pulang dan meninggalkan beberapa uantuk keperluan di rumah, membeli obat-obatan yang masih dibutuhkan dan membayar jasa fisio terapi.

Sesampai di Batam, entah dari mana mereka mengathui kejadian yang menimpa Ahmadun, Dr. Arifudin dan teman-temannya telah berkumpul di rumah Ahmadun. Mereka mengucapkan turut berduka atas sakitnya orangtua dan mendoakannya agar cepat sembuh.

Selesai berbincang-bincang, mereka berpamitan. Arifudin yang terakhir pulang menyelipkan selembar kertas di tangan Ahamdun. Ia tidak mengerti apa yang diberikan oleh Arifudin kepadanya. Baru setelah mereka semua pergi, ia membaca tulisan singkat di kertas itu,

"Maaf Ustadz, bukan kami bermaksud apa-apa kepada Ust, tapi kami juga ingin membantu Ustadz. Kami tidak sanggup menyerahkan langsung kepada Ustadz karena takut Ustadz menolaknya. Ini hasil musyawarah saya dengan istri, kami telah banyak mendapat bantuan dari Ustadz, dan saat inilah kami ingin membantu Ustadz. Insya Allah, kami telah mengikhaskannya. Semoga bermanfaat."

Tak lama berselang setelah ia membaca surat kecil itu, HP nya berbunyi. Sebuah SMS masuk dalam kotak suratnya.

"Kredit Rp. 8.000.000,- pada no rek xxxx195 tanggal 2 Sep 2006 jam 16:34:25 ..dst "

Ternyata SMS Banking yang memberitakan telah ditransfer sejumlah uang ke nomor rekeningnya. dan ia tahu siapa yang melakukannya itu.

"Subhanallah, Arifudin, semoga Allah memberkahi rejeki antum dan keluarga. Uang sebanyak itu cukup untuk membayar hutang-hutangku dan bagaimana aku harus berterima kasih kepadamu..." batin Ahmadun, sambil tak henti-henti mengucapkan syukur.

Saking terharnya, ia tak sanggup mengucapkan apa-apa kepada istrinya yang menanyakan apa yang terjadi. Air matanya meleleh membasahi pipi ketika ia memperlihatkan selembar kertas dari Arifudin dan SMS yang baru dibacanya...
()

jazakamulullah untuk someone yang telah mengikhlaskan hutang 8 juta itu ... semoga Allah membalas dengan yang lebih baik ..

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pak, kok gak post apa2 lagi?